MAKNA TUMPENG BAGI MASYARAKAT JAWA
Kata tumpeng diartikan sebagai
“tumapaking panguripan tumindak lempeng tumuju pangeran” atau dapat diartikan
manusia harus hidup menuju jalan Allah.
Bentuk kerucut merupakan gunung,
yaitu tempat yang sakral dan lauk pauk sekelilingnya adalah kehidupan
lingkungan sehingga sebagai kesatuan yang tumpeng dan rangkaiannya adalah
simbol ekosistem.

Bentuk kerucut tumpeng terkait
dengan kondisi geografis Pulau Jawa yang banyak memiliki gunung berapi. Karena
mendapat pengaruh budaya Hindu, dulu masyarakat Indonesia memuliakan gunung.
Makanya, dicetaklah nasi menjadi bentuk gunung Mahameru yang diyakini sebagai
tempat bersemayamnya dewa-dewi.
Kerucut yang runcing melambangkan
hubungan antara manusia dengan Tuhan, dengan menempatkan Tuhan pada posisi
puncak yang membawahi alam dengan segala isinya dibawah puncak itu (badan dan
dasar kerucut). Kerucut yang kokoh terdiri dari butir-butir nasi melambangkan
persatuan dan kebersamaan memohon perlindungan dan keselamatan kepada Tuhan.
Kementrian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif (Kemenparekraf) pun telah menetapkan tumpeng sebagai salah satu dari 30
ikon kuliner tradisional Indonesia. Tumpeng dianggap dikenal secara luas oleh
masyarakat, ada pelaku profesional yang membuatnya, serta bahan-bahannya mudah
didapatkan.
Tak heran, tumpeng hampir selalu ada dalam upacara
tradisional seperti mitoni (nujuh bulanan), kelahiran bayi, ulang tahun,
pernikahan, sunatan, perayaan panen, bahkan upacara pemakaman. Dalam masyarakat
modern, tumpeng juga hadir dalam perayaan ulang tahun perusahaan, HUT RI, serta
acara-acarabesar.
Sejak 1970-an, tumpeng sudah mulai meninggalkan nilai-nilai spiritual aslinya. Kini, tumpeng dibuat berdasarkan estetika dan nilai gizinya, sehingga tambahan sayuran seperti seledri, wortel, dan tomat sudah jamak. Bahkan, lauk seperti perkedel, abon, kedelai goreng, telur dadar, potongan mentimun, tempe kering, serundeng, urap, ikan asin, dll sudah jadi semacam 'menu wajib' tumpeng.
Sejak 1970-an, tumpeng sudah mulai meninggalkan nilai-nilai spiritual aslinya. Kini, tumpeng dibuat berdasarkan estetika dan nilai gizinya, sehingga tambahan sayuran seperti seledri, wortel, dan tomat sudah jamak. Bahkan, lauk seperti perkedel, abon, kedelai goreng, telur dadar, potongan mentimun, tempe kering, serundeng, urap, ikan asin, dll sudah jadi semacam 'menu wajib' tumpeng.
Dalam melakukan pemotongan tumpeng tidak dilakukan secara
sembarang. Terdapat rangkaian yang memiliki banyak makna. Dalam memotong
kerucut dari tumpeng dianjurkan untuk menganmbil sedikit bagian tengah kerucut
kemudian baru dipotong ujungnya. Hal ini diartikan bahwa sebagai manusia yang
baik hendaknya memulai dari suatu proses yang dilambangkan dengan bagian tengah
bukan hanya menikmati hasil dan berada dipuncak tanpa suatu proses yang
berarti.
Orang jawa
yang selalu memperhatikan segala sesuatu dalam konsep kehidupan yang diterapkan
dalam sebuah wujud tumpeng. Kita sebagai generasi penerus dari para leluhur
hendaknya kita menjaga dengan baik serta meneruskannyadari generasi ke
generasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar