Raden Nganten Bintari Saptanti Ingin Lestarikan Budaya Jawa Lewat Gria Rias Pengantin

Raden Ngatmi Bintari Saptanti, keturunan Hamengku Buwono II, pemilik Griya Rias Pengantin Tanti di Semarang.
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Wilujeng Puspita Dewi
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Maraknya sanggar rias pengantin, membuat banyak pemilik berusaha menghadirkan inovasi-inovasi baru.
Segala keinginan klien atau calon pengantin pun mereka turuti demi keuntungan materi.
Namun tidak dengan Raden Nganten Bintari Saptanti.
Baginya, semua tata cara dalam berbusana maupun prosesi pernikahan merupakan budaya leluhur yang memiliki makna.
"Menjadi perias pengantin bukanlah sesuatu yang mudah. Kita dititipkan amanat leluhur untuk membekali nasihat kepada calon pengantin. Yaitu melalui makna tersirat pada busana dan prosesi. Kita tidak bisa sembarangan mengubah. Meskipun itu permintaan dari calon pengantinnya sendiri," ungkap Raden Nganten Tanti kepada Tribun Jateng, Sabtu (12/5/2018).
Dibesarkan dalam lingkungan keraton membuat dirinya mencintai budaya Jawa.
Dikatakanya, dirinya merupakan keturunan dari keluarga Keraton Yogyakarta. Tanti merupakan keturunan ke-7 dari Sri Sultan Hamengku Buwono II.
"Raden Nganten ini gelar yang diberikan untuk keturunan keraton," ungkapnya yang awalnya enggan bercerita soal gelar.
Menyandang gelar tersebut merupakan tanggung jawab bagi dirinya untuk terus melestarikan budaya sebagai keturunan keraton.
Oleh karena itu, melalui griya rias pengantinnya, ia selalu menyelipkan ajaran-ajaran leluhur soal kehidupan kepada calon pengantin.
Ia akan menerangkan makna dalam setiap bagian busana serta prosesi yang dilakukan oleh kedua mempelai.
"Saya membangun griya rias manten ini sebagai bentuk dari pelestarian budaya Jawa. Ini keinginan saya sejak kecil, dan baru terwujud 13 tahun lalu," ceritanya saat ditemui di Griya Rias Manten Tanti, Taman Tulang Perum Jatisari, Semarang, Jawa Tengah.
Nama Raden Nganten Bintari Saptanti sendiri memang sudah dikenal di kota Semarang sebagai pemilik Rias Pengantin yang memiliki pakem.
"Pengalaman empiris semasa kecil membuat saya merasa harus mempertahankan tatanan yang sudah dibuat oleh para leluhur," tandasnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar